Kamis, 27 Maret 2014

Tugas semantik analisis puisi




Hujan Cinta di Pagi Hari
Karya: Muhammad Hanif MA

Aku tak mengira ini pagi yang keberapa
Sejak bunga terbang mencari sarangnya kumbang
Dan cinta keduanya kini bertautan aneh bergelantungan
Pada dahan-dahan, ranting-ranting pepohonan
Lalu cinta menjelma burung yang indah
Setiap pagi ia bertengger dan bernyanyi,
 terbang dan menari
Ai Laf yu beibi
Udarapun berhenti serasa malu sekali
Seperti bujangmu ketika memergoki kita berciuman di
Kusen pintu
Aih, lidahmu panas sekali

Aku tak mengira ini pagi yang keberapa
Ketika semerbak ludahmu membuatku terjaga

Pagi buta
Cinta muda

Bukan pertemuan dan perpisahan
Masalahnya adalah rindu yang melahirkan

Rindu bumi pada langit
Rindu langit pada bumi
Hujan cinta di pagi hari

Menteng Kalasan, Februari 2005





Analisis Puisi
Aku tak mengira ini pagi yang keberapa, pada baris ini penulis menggunakan gaya bahasa litoses. Hal tersebut dikarena kata Aku tak mengira ini pagi yang keberapa, menyatakan sesuatu dengan memperkecil atau memperhalus keadaan. Jadi maksudnya penulis tidak merendahkan dirinya dengan berkata Aku tak mengira ini pagi yang keberapa, padahal sesungguhnya penulis mmengetahuinya.

Sejak bunga terbang mencari sarangnya kumbang, pada baris ini penulis menggunakan gaya bahasa personifikasi. Penulis mengibaratkan benda mati seolah-olah hidup dan berbuat atau bergerak. Benda mati dalam baris ini yaitu bunga kemudian bunga tersebut terbang mencari sarangnya kumbang. Seharusnya yang bergerak terbang itu ialah kumbang bukan bunga, karna kumbang memiliki sayap.

Dan cinta keduanya kini bertautan aneh bergelantungan, pada baris ini penulis menggunakan gaya bahasa personifikasi. Penulis mengibaratkan benda mati seolah-olah hidup dan berbuat atau bergerak. Benda mati dalam baris ini yaitu cinta kemudian cinta tersebut bertautan aneh bergelantungan. Seharusnya yang bertautan aneh bergelantungan ialah benda hidup lebih tertuju kepada binatang.

Pada dahan-dahan, ranting-ranting pepohonan, pada baris ini penulis menggunakan gaya bahasa paralelisme. Penulis mengulang kata pada baris tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dari kata dahan-dahan dan ranting-ranting.

lalu cinta menjelma burung yang indah, pada baris ini penulis menggunakan gaya bahasa metafora. Penulis membandingkan sesuatu tanpa menggunakan kata perbandingan seperti bagaikan, laksana, seperti, dan lain sebagainya. Namun penulis membandingkan kata cinta itu burung yang indah.

Setiap pagi ia bertengger dan bernyanyi terbang dan menari, pada baris ini penulis menggunakan gaya bahasa Silepsis dan Zeugma. Hal tersebut dikarenakan penulis mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata yang lain sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan sebuah kata dengan dua kata yang lain sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama. Kata penghubung tersebut ditandai dengan kata dan.

Udara pun berhenti serasa malu sekali, pada baris ini penulis  menggunakan gaya bahasa litoses. Hal tersebut dikarena kata baris ini menyatakan sesuatu dengan memperkecil atau memperhalus keadaan. Jadi maksudnya penulis  merendahkan dirinya dengan berkata  udara pun berhenti serasa malu sekali, padahal sesungguhnya udara tidak akan pernah berhenti penulis hanya memperhalus katanya saja.

Seperti bujangmu ketika memergoki kita berciuman di kusen pintu, pada baris ini penulis menggunakan gaya bahasa perumpamaan. Hal tersebut karena baris ini menggunakan kata seperti. Kata seperti digunakan untuk membandingkan dua hal yang pada hakikatnya berkaitan dan yang sengaja dianggap sama.

Aih, lidahmu panas sekali, pada baris ini penulis menggunakan gaya bahasa hiperbola. Hal tersebut dikarenakan penulis menyatakan sesuatu dengan berlebih-lebihan. Pernyataan tersebut dibuktikan pada kata lidahmu panas sekali.

Aku tak mengira ini pagi yang keberapa, pada baris ini penulis menggunakan gaya bahasa litoses. Hal tersebut dikarena kata Aku tak mengira ini pagi yang keberapa , menyatakan sesuatu dengan memperkecil atau memperhalus keadaan. Jadi maksudnya penulis tidak merendahkan dirinya dengan berkata Aku tak mengira ini pagi yang keberapa, padahal sesungguhnya penulis mengetahuinya.

Ketika semerbak ludahmu membuatku terjaga, pada baris ini penulis menggunakan gaya bahasa hiperbola. Hal tersebut dikarenakan penulis berlebih-lebihan menyatakan bahwa semerbak ludah dapat membangunkan orang.

Pagi buta cinta muda, pada baris ini penuulis menggunakan gaya bahasa aliterasi karena penulis mengulang bunyi vokal yang sama. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kata buta dan muda. Perulangan bunyi vokalnya yaitu /u/ dan /a/.

Rindu bumi pada langit rindu langit pada bumi, pada baris ini penulis menggunakan gaya bahasa antitesis. Hal tersebut dikarenakan penulis menghadirkan kelompok-kelompok kata yang berlainan maksudnya. Pernyataan tersebut dapat dilihat dari kata rindu bumi pada langit kemudian diikuti kara rindu langit pada bumi.

Rabu, 26 Maret 2014

Tugas Semantik



Nama   :           Ria Adi Purnama
Kelas   :           6E
M.K     :           Semantik Bahasa Indonesia Lanjut

DESKRIPSI WAJAHKU
            Kulihat di sebuah kaca, kuperhatikan terus-menerus, wajah berbentuk ovalpun menjelma dalam kaca itu. wajah tersebut memiliki kulit berwarna khas orang Indonesia yaitu sawo matang, tidak terlalu putih dan tidak terlalu hitam. Tekstur wajahku tidak terlalu halus masih terdapat bintik-bintik jerawat yang tidak terlalu banyak.
            Kuperhatikan lagi wajah ini di hiasi sepasang alis mata yang lebat dan hitam, bagaikan semut beriring. Alis mataku yang lebat ini membuat alis tersebut menyatu dibagian tengahnya. Di bawah bagian alis mataku dikaruniai sepasang bola mata yang berukuran sedang beserta sepasang bulu mata yang tidak terlalu panjang menghiasi sepasang mata itu.
            Kuperhatikan terus ke bawah, wajah ini memiliki hidung yang berukuran sedang, tidak terlalu pesek dan tidak terlalu mancung. Hidung tersebut memiliki dua buah lubang yang tidak terlalu besar yang ku gunakan untuk bernafas. Sementara sepasang bibir di wajahku berukuran sedikit tebal pada bagian bawahnya. Namun, hal tersebut tidak memngurangi indahnya wajahku.
            Wajah berwarna khas orang Indonesia itu di hiasi rambut yang lurus dan hitam di kepala. Rambut lurus itu alami dari lahir. Ukuran rambutku panjang sampai ke pinggang dan memiliki tekstur yang halus.