Senin, 02 Juni 2014

BUKU TEKS BAHASA INDONESIA

MAHIR BERBAHASA INDONESIA SMA Kelas X
Penulis    :        P. TUKAN,S.Pd.
Penerbit :         Yudhistira
            Pembahasan pada halaman 67 mengenai kebahasaaan memahami kalimat yang mengandung kata bersinonimi, berantonim, dan berpolisemi sesuai dengan pembahasan pada mata kulian semantik tentang jenis-jenis makna. Adapun pembahasan pada buku teks halaman 67 adalah sebagai berikut.

Memahami Kalimat yang Menggunakan Kata Bersinonimi, Berantonimi, dan Berpolisemi
            Bacalah kembali teks “KRL Tabrakan, Dua Tewas Puluhan Luka” dengan seksama! Anda akan menemukan kalimat yang menggunakan kata bersinonim dan berantonim, yaitu sebagai berikut.
1. Karena kereta di depannya mogok maka KRL Ekonomi 585 yang berada di belakangnya juga ikut berhenti.
2. Kahummas PT Daop I, Akhmad Sujadi menyatakan belum mengetahui sebab kejadian.
            Kata karena dan sebab memiliki makna sinonim, sedangkan kata depan dan belakang memiliki hubungan makna antonim. Agar lebih jelas berikut dijelaskan mengenai sinonim, antonim, dan polisemi.
1. Pengertian Sinonim dan Bentuk-Bentuknya
            Sejak di bangku sekolah dasar Anda sudah mempelajari sinonim dan antonim. Anda tentu menyatakan bahwa sinonim adalah persamaan kata dan antonim adalah lawan kata. Apakah demikian? Untuk itu, perhatikan contoh-contoh berikut!
a. Ayahnya sudah meninggal bulan lalu.
b. Ayahnya sudah tewas dalam perjalanan ke Bali.
c. Ayahnya sudah meninggal dunia bulan lalu.
d.. Ayahnya sudah berpulang ke rahmatullah bulan yang lalu.
            Tampak dalam contoh tersebut , kata meninggal, selain bersinonimi dengan tewas, juga bersinonim dengan frasa meninggal dunia dan frasa berpulang kerahmatullah. Akan tetapi, kata meninggal tidak memiliki makna yang mutlak sama dengan kata wafat atau tewas karena berbeda nilai rasanya.
            Pada contoh lain dapat kita saksikan kenyataan yang lain pula.
a. Buku itu kepunyaanku.
b. Buku itu kepunyaan saya.
c. Adik menendang bola.
d. Bola ditendang adik.
            Ku pada kata kepunyaanku dalam kaliimat (a) yang merupakan morefem terikat bersinonim dengan saya (morfem bebas) dalam kalimat (b). Demikian juga kata Adik menendang bola  (kallimat aktif) bersinonim dengan kalimat Bola ditendang adik (kallimat pasif). Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa sinonim dapat terjadi antara morfem dengan morfem, antara morfem dengan kata, kata dengan frasa, frasa dengan frasa, serta antara kallimat dengan kalimat.

2. Pengertian Antonim dan Jenisnya
            Anda mungkin menyatakan bahwa antonim adalah lawan kata, namun benarkan demikian? Fonem atau huruf /a/ tidak berlawanan dengan fonem /i/. Kata baik tidak berlawanan dengan kata buruk, tetapi yang berlawanan adalah maknanya.
            Sama halnya kata yang bersinonimi, kata yang berantonim pun tidak mutlak berlawanan. Menurut Verhaar melalui Chaer (1990:92), kata putih pun berlawanan dengan kata kuning  dan sebagainya. Verhaar menggantikan kata antonim dengan kata oposisi sehingga mencakup pengertian betul-betul berlawanan sampai yang hanya bersifat kebalikan seperti kata putih di atas.
            Berdasarkan sifatnya, oposisi dibedakan atas lima macam berikut ini.
a. Oposisi mutlak : Oposisi secara mutlak hanya pada dua kata, misalnya hisup x mati, antara hidup dan mati terdapat batas yang mutlak sebab sesuatu yang hidup tentu tidak (belum) mati; sedangkan sesuatu yang mati tentu  sudah tidak hidup lagi. Ciri oposisi ini adalah penyangkalan terhadap kata yang satu dengan kata yang lain. Contoh : kondisininya sekarang antara hisup dan mati.
b. Oposisi kutub/gradual: oposisi ini pertentangannya tidak bersifat mutlak, melinkan gradasi. Artinya terdapat tingkat-tingkat makna pada kata tersebut. Kata-kata yang beroposisi kutub ini umumnya adalah kata-kata dari kelas ajektiva, seperti: jauh-dekat, panjang-pendek, dann tinggi-rendah. Contoh: Gunung itu tidak tinggi, tetapi rendah.
c. Oposisi hubungan atau relasional: oposisi antara dua kata yang mengandung relasi kebalikan, kata-kata yang beroposisi hubungan ini bisa berupa kata kerja, seperti mundur-maju dan pergi-pulang. Selain itu bisa berupa kata benda, seperti ayah-ibu, dan guru-murid. Contoh: Ibu guru menyuruh murid-murid mengumpulkan tugas.
d. Oposisi majemuk: oposisi yang mencakup suatu perangkat yang terdiri dari dua kata atau lebih. Oposisi ini berkaitan terutama dengan hiponim-hiponim dalam suatu kelas. Misalnya: berdiri, duduk, berbaring, tiarap, dan jongkok. Contoh : Hewan-hewan di sirkus itu sedang dilatih gerkan berdiri dan duduk.
e. Oposisi hierarki: oposisi yang sebenarnya mirip dengan oposisi majemuk, tetapi di sini terdapat suatu kriteria tambahan yaitu tingkatan. Termasuk dalam oposisi ini adalah perangkat ukuran, penanggalan. Misalnya:  milimeter x kolometer, dan janusri x februari. Contoh: Bunga-bunga itu layu pada bulan Januari dan akan menguncup lagi pada bulan Februari.

3.Polisemi
            Polisemi ialah kata yang memiliki makna lebih dari satu. Makna tersebut tetap memperlihatkan hubungan dengan makna dasarnya. Misalnya, kata kepala memiliki makna berikut ini:  
Makna 1 à bagian tubuh dari leher ke atas.
Makna 2 à bagian dari sesuatu yang terletak di sebelah atas dasn merupakan hal yang penting/ terutama.
Makna 3 à bagain dari sesuatu yang berbentuk bulat.
Makna 4 à pemimpin atau ketua.
Makna 5 à jiwa atau orang.
Makna 6 à akal budi.
            Makna 2-6 masih ada hubungan dengan makna dasar (makna 1) karena dijabarkan dari komponen makna dasar tersebut. kelima makna itu masih mempertahankan ciri “atas” yang ada pada makna 1, yang terlihat pada contoh berikut.
1. Kepala Andri berdarah ketika jatuh dari sepeda.
2. Upacara di suku terasing itu dipimpin oleh kepala suku.
3. Lihat kepala jarum pentul yang berwarna merah itu!
4. Acara ini akan diresmikan oleh Ibu Kepala Sekolah.
5. Setiap Kepala menerima bantuan Rp. 10.000,00
6. Bagitu berat beban yang ditanggungnya sampai terasa kepalanya kosong.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar