Jumat, 02 Mei 2014

Tafsir Surah Al-Fatihah Ayat 5



Nama   : Ria Adi Purnama
NPM   : 116210195
Kelas   : 6E
M.K     : Semantik
Soal
Mengapa dalam surah Al-Fatihah pada kalimat “Ihdinassirathal mustaqim” Artinya adalah Tunjukilah kami jalan yang lurus.
Kenapa harus kata “Di jalan yang “lurus”? Bukan di jalan yang “benar”?
Jawab
اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ
Artinya: “Tunjukilah Kami jalan yang lurus.”
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatakan, ”Jalan yang lurus ini adalah jalannya orang-orang yang diberi kenikmatan khusus oleh Allah, yaitu jalannya para nabi, orang-orang yang shiddiq, para syuhada dan orang-orang shalih. Bukan jalannya orang yang dimurkai, yang mereka mengetahui kebenaran namun sengaja mencampakkannya seperti halnya kaum Yahudi dan orang-orang semacam mereka. Dan jalan ini bukanlah jalan yang ditempuh orang yang sesat; yaitu orang-orang yang meninggalkan kebenaran karena kebodohan dan kesesatan mereka, seperti halnya kaum Nasrani dan orang-orang semacam mereka.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 39).
“Ihdina ash-Shirath al-Mustaqim.” Tunjukanlah kami ke jalan yang lurus. Sebuah bentuk permohonan kepada Allah memperoleh petunjuk dan diantarkan ke jalan yang luas lagi lurus.” Jika diartika dengan konotasi lebih luas, bisa berarti, hidayahkanlah kami dengan hidayah menuju jalan yang lurus. kalimat “shiratal mustaqim” adalah hukum, aturan, akhlak, etika, dan pelajaran-pelajaran yang membawa segala sesuatu yang perlu untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat itulah jalan yang lurus.
Dalam aplikasi keseharian, betapa sulitnya menemukan jalan yang lurus. Orang yang menemukan jalan yang lurus ini, dialah yang paling dicintai oleh Rasul saw. Dengan menyebut ayat ini seakan-akan kita memohon kepada Tuhan: “Bimbing dan beri taufiklah kami ya Allah dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama kami. Betulkanlah kepercayaan kami. Bimbing dan beri taufiklah kami dalam melaksanakan kepercayaan kami. Jadikanlah kami mempunyai akhlak yang mulia, agar berbahagia hidup kami di dunia dan akhirat.”Semakin sering seorang membaca ayat ini dalam shalat dan kesehariannya, maka semakin besar peluang jalan yang ditempuhnya adalah jalan yang lurus.
Makna “Tunjukkanlah kami jalan yang lurus”.
Menurut Ibnu Abbas, kata “tunjukkanlah kami” (اهْدِنَا) berarti “berilah kami ilham.” Sedangkan “jalan yang lurus” (xالصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ) berarti kitab Allah. Dalam riwayat lain “jalan yang lurus” itu adalah agama Islam. Selain itu, ada juga riwayat yang menyatakan bahwa ia berarti “al-haqq” (kebenaran). Dengan demikian, menurut Ibnu Abbas lagi, kalimat “tunjukkan kami jalan yang benar” berarti “berilah kami ilham tentang agama-Mu yang benar, yaitu tiada tuhan selain Allah satu-satunya; serta tiada sekutu bagi-Nya.”[38]
Kata ash-shirath (الصِّرَاطَ) dalam ayat di atas mempunyai tiga macam cara membaca (qiraat). Pertama, mayoritas qari, membacanya dengan dengan huruf shad, sebagaimana yang tercantum dalam mushaf Utsmani.Kedua, sebagian lain membacanya dengan huruf siin, sehingga menjadi (السِرَاط).  Ketiga, dibaca dengan huruf zay (ز), sehingga menjadi (الزِراَط). [39]Sedangkan menurut bahasa, seperti dikatakan at-Thabari, kata ash-shirath (الصِّرَاطَ) berarti jalan yang jelas dan tidak bengkok.[40]
Kataاهْدِنَا  berasal dari akar kata hidayah (هداية). Menurut al-Qasimi, hidayah berarti petunjuk –baik yang berupa perkataan maupun perbuatan– kepada kebaikan. Hidayah tersebut diberikan Allah kepada hamba-Nya secara berurutan. Hidayah pertama diberikan Allah kepada manusia melalui kekuatan dasar yang dimiliki manusia, seperti pancaindra dan kekuatan berpikir. Dengan kekuatan inilah, manusia bisa memperoleh petunjuk untuk mengetahui kebaikan dan keburukan.

Hidayah kedua adalah melalui diutusnya para Nabi. Macam hidayah ini terkadang disandarkan kepada Allah, para rasul-Nya, atau Alquran. Hidayah tingkatan ketiga adalah hidayah yang diberikan oleh Allah kepada para hamba-Nya yang karena perbuatan baik mereka. Hidayahkeempat adalah hidayah yang telah ditetapkan oleh Allah di alam keabadian. Dalam pengertian hidayah keempat inilah, maka Nabi Muhammad tidak berhasil mengajak sang paman, Abi Thalib, untuk masuk Islam. (Tafsir Dari Pandangan Ulama  Imam Syafii Hal. 41)
Jadi, yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” adalah “jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka”. Sedangkan yang dimaksud dengan “jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka”adalah jalan orang-orang yang telah Allah beri anugerah kepada mereka, lalu Allah pun menjaga hati mereka dalam Islam, sehingga mereka mati tetap dalam keadaan Islam. Mereka itu adalah para nabi, orang-orang suci, dan para wali. Sedangkan, menurut Rafi’ bin Mahran, seorang tabi’in yang juga dikenal dengan nama Abu al-Aliyah, yang dimaksud dengan “orang-orang yang Engkau beri nikmat itu” adalah Nabi Muhammad dan kedua sahabat beliau, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab.[42]

Pada ayat ke 6 surat Al-Fatihah“Ihdinassirathal mustaqim”  memiliki arti “Tujukkanlah Kami Jalan yang Lurus” berdasarkan tafsir-tafsir yang telah dikaji oleh berbagai pendapat para ulama di atas bahwasanya jalan yang lurus merupakan jalan orang-orang yang selalu dirodhoi oleh Allah. Bukan jalan-jalan orang yang dimurkai Allah Swt. Shiraathal mustaqiim, jalan yang lurus yang jelas tidak berliku-liku yang dijelaskan dalam ayat tersebut, siapa saja tampa terkecuali akan melewati jalan Shiraathal mustaqiim bagi yang bertaqwa.
Begitu pentingnya surah Al-Fatihah dibaca dalam setiap rakaat shalat karena dengan membaca surah tersebut maka umat manusia yang bertaqwa akan mendapatkan jalan yang lurus. Jalan yang lurus memiliki makna jalan yang  menuju kepada Allah sang pencipta, ketika hidup di dunia. Oleh sebab itu mengapa surat al-fatihah mempunyai makna jalan yang lurus bukan jalan yang benar. Jalan yang lurus merupakan jalan yang tidak berliku-liku lurus tertuju pada ajaran yang telah terkandung dalam Al-quran dan Sunah nabi. Sedangkan jalan yang benar merupakan jalan yang telah dianut oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Maka dari itu selain berpedoman kepada Al-Quran dan Hadist kita juga harus mengikuti perangai yang dilakukan oleh para nabi sehingga kita tidak tersesat kepada jalan yang dimurkai Allah.
            Berdasarkan analisis semantik, jalan yang lurus dalam hal ini merupakan jalan yang menuju satu arah yaitu sang khalik, tanpa belokan atau lengkungan. Maksudnya adalah jalan yang diinginkan umat manusia untuk menuju akhirat kelak. Jalan akhirat kelak yaitu untuk menju surga yang telah dijanjikan Allah Swt.

Sumber
Muslim. Tafsir Al-fatihah. 2012. http://www.muslimsays.com/2012/01/tafsir-al-fatihah-ihdinash-shirathal.html. posting: Januari 2012.

Yusray. 2013. Tafsir Surat Al-Fatihah. http://yusray09.blogspot.com/2013/05/www.fxmuchtar.blogspot.com.html. Posting: Kamis 23 Mei 2013.
Al-Hafiz Muslihin. 2013. Penafsiran Al-Fatihah ayat 6. http://mushlihin.com/2013/12/tafsir/penafsiran-al-fatihah-ayat-6.php. posting : Desember 20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar